Seringkali

Kadang kita berusaha untuk selalu menolak apa yang sedang kita rasakan. Alih-alih mengakuinya jika kita memang sedang bermasalah, sedang perlu bantuan, sedang merasa lemah. Kita terus menerus berpikir bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa semuanya tidak apa-apa. 

Sementara di saat yang sama, tanpa kita sadari, kita tengah memupuk rasa bersalah, rasa penyesalan, rasa lelah, semua perasaan yang membuat hati kita terpuruk tapi dibungkus seolah tidak terjadi apa-apa karena kita tidak ingin membuat sedih dan kecewa orang-orang yang kita sayangi, tapi mereka tak bersedia menerima keluh kesah kita. 

Dan disaat yang sama, kita menyakiti orang-orang di sekitar kita tanpa kita sadari. Tanpa kita sadar, perasaan itu telah muncul melalui perkataan kita, sikap kita, dan semua hal yang yang terjadi sehari-hari.

Mungkin banyak orang yang sebenarnya ingin menolong, tapi kita sendiri tak mau ditolong. Tak mau mendengar nasihat. Tak mau menerima kenyataan bahwa keadaan kita memang tidak baik-baik saja, dan kita harus membuat keputusan yang konsekuensinya begitu besar. 

Sering kali, kita tak mau membagi beban. Seolah-olah kuat menanggungnya sendirian.  Beban itu mungkin tak seberapa bagi kita saat ini, tapi kalau kita menggenggamnya seumur hidup. Apa kita sanggup? Ibarat memegang sebuah gelas, semenit dua menit mungkin kita bisa. Tapi sehari, sebulan, setahun, atau seumur hidup? Tangan kita mungkin takkan sanggup. Suatu saat gelas itu akan jatuh, pecah, berserakan. Karena kita tak lagi kuat menahannya.

Ini bukan tentang seberapa besar beban yang sedang kita hadapi, melainkan seberapa lama kita telah membawanya dalam kehidupan kita. Dan tak pernah kita selesaikan, tapi justru bertambah setiap waktu.

Tinggalkan komentar